Image and video hosting by TinyPic

Rabu, 28 November 2012

Refleksi Hari Pahlawan: Indonesia (masih belum) Merdeka!


“Allahu Akbar! Allahu Akbar!” itulah pekikan takbir pembangkit semangat rakyat Indonesia dalam usaha mereka melawan penjajah. Mereka berjuang bersama bukan untuk mencari gelar sebagai orang yang berjasa, atau ingin disebut pahlawan. Mereka berjuang untuk satu tujuan, yaitu “Merdeka!”

Mungkin kita masih mengingat, bulan September enam puluh tahun yang lalu arek-arek suroboyo berbondong-bondong merobek bendera biru pada bendera belanda agar terlihat bendera Indonesia yang berkibar di atas Hotel Yamato, Surabaya. Indonesia saat itu baru satu bulan merasakan kemerdekaan, karena itu arek-arek suroboyo berteguh bahwa bendera selain bendera Indonesia tidak pantas dikibarkan. Sungguh peristiwa yang sangat heroik dilakukan oleh arek-arek suroboyo.

Atau mungkin kita masih mengingat, bulan November pada tahun yang sama terjadi pertempuran sengit antara rakyat dengan pasukan NICA. NICA yang dibuntuti Belanda menginginkan Indonesia menjadi jajahan mereka kembali setelah Jepang menyerah pada sekutu. Sumber alam yang melimpah, kekayaan diberbagai sektor penting membuat Belanda tidak ingin kehilangan tanah Indonesia.


Karena itu, seorang tokoh asal Malang, Bung Tomo, menyerukan kepada arek-arek suroboyo untuk bekerjasama dengan arek-arek Malang mengusir tentara NICA dan sekutunya dari Indonesia. Bung Tomo berpendapat, sebelum wilayah Jawa Timur dikuasai dan dilucuti, sebaiknya tentara NICA dihabisi di sebelah utara Jawa Timur. Bung Tomo juga mendapat dukungan yang besar dari Ulama Jawa Timur untuk menghabisi tentara NICA. Bahkan para Ulama mewajibkan santri-santrinya untuk ikut berjuang.

Pertempuran mencapai puncak pada 10 November, dimana pasukan NICA dan sekutu bertempur habis-habisan melawan rakyat. Rakyat hanya menggunakan senjata seadanya, sedangkan pasukan NICA dan sekutu menggunakan senapan dan senjata berat seperti panser dan tank. Alhasil, pasukan NICA dan sekutu kalah dan diusir dari Indonesia. Hal ini juga diperparah dengan meninggalnya Jendral NICA terkuat, A.W.S. Mallaby.

Benar-benar perjuangan yang besar dilakukan Bung Tomo, arek-arek suroboyo, arek-arek malang, dan santri-santri pesantren. Atas jasa mereka, setiap tahun pada tanggal 10 November selalu diperingati Hari Pahlawan Nasional. Hal itu untuk mengenang jasa semua pahlawan Indonesia, baik pahlawan yang memerdekakan Indonesia, maupun memertahankan kemerdekaan Indonesia.
 
Indonesia Masih Terjajah

Hari Pahlawan selalu diperingati dengan peringatan yang besar. Merenungi jasa pahlawan, mengambil hikmah dari perjuangan pahlawan menjadi agenda rutin masyarakat di Indonesia. Begitu besar jasa para pahlawan untuk memerdekakan dan memertahankan kemerdekaan.

Memang secara fisik Indonesia sudah merdeka. Indonesia tidak perlu lagi merasakan perang yang besar atau pengorbanan nyawa yang banyak. Namun nyatanya, secara non fisik Indonesia masih belum merdeka.

Berbagai bidang di negeri ini ternyata masih mengalami keterpurukan. Pada bidang ekonomi, Indonesia masih dihantui dengan kebijakan kapitalisasi luar negeri. Rakyat masih banyak yang belum sejahtera. Hutang Indonesia kian meningkat. Layaknya ayam mati di lumbung padi, hasil alam negeri ini sangat melimpah. Bahkan apabila hutang tersebut dihitung, setiap jiwa yang telah lahir berhutang tujuh juta rupiah untuk menutupi hutang negara. Diperparah lagi oleh adanya saham-saham BUMN yang banyak dijual kepada asing.

Pada bidang hukum, Indonesia juga masih diwarnai dengan praktik korupsi. Belakangan ini tidak kurang dari 20 kasus korupsi berhasil diungkap olek Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pelaku korupsi tidak lain dan tidak bukan adalah mereka yang duduk di kursi pemerintah yang berkumpul dalam sebuah partai yang sama. Indonesia juga masih mengalami masalah koordinasi antar lembaga pemerintahan. Baru-baru ini KPK berselisih dengan Polri. Alih-alih saling membantu dalam sebuah kasus, mereka malah saling ricuh memperebutkan kewenangan kasus hambalang.

Pada bidang sosial dan pendidikan, masih jauh rasanya apabila Indonesia dibilang sebagai negara yang bernorma dan bermartabat. Generasi muda terjerumus pada gaya hidup hedonisme, yang tidak mementingkan apapun kecuali untuk kesenangan mereka sendiri. Sehingga hal ini menyebabkan generasi muda menjadi sosok yang jauh dari norma-norma, bahkan jauh dari adat istiadat baik yang dibawa oleh leluhur. Padahal keberlangsungan suatu negara adalah tergantung dari generasi muda yang dimiliki.

Saatnya Berubah!

Sebagian besar rakyat Indonesia pasti merasakan masalah-masalah tersebut. Dan mereka pasti menginginkan adanya perubahan. Ya, perubahan yang membawa mereka lebih sejahtera, layaknya dulu mereka hidup pada zaman keemasan Kerajaan Majapahit dan Sriwijaya.

Pancasila dianggap sebagai cita-cita luhur dan murni bangsa ini. Namun mengapa cita-cita tersebut tak kunjung terlaksana? Tidak lain dan tidak bukan karena bangsa ini sendiri yang tidak berusaha sekuat tenaga mewujudkannya.

Nasionalisme sebuah Negara selalu diagung-agungkan. Namun nyatanya, Nasionalisme memiliki kelemahan yang sangat fatal. Yaitu, Nasionalisme akan bangkit ketika ada sebuah momen-momen tertentu saja. Ketika tidak ada momen yang dapat membangkitkan, maka kesadaran tentang Nasionalisme akan hilang. Tidak heran apabila bangsa ini tidak bisa berusaha sekuat tenaga mewujudkan cita-cita luhur dan murni yang ada pada Pancasila.

Mungkin sebagian dari kita akan berfikir, apabila memang Nasionalisme akan bangkit ketika ada momen-momen tertentu, maka kita harus bisa membuat momen-momen tersebut. Jawabannya ternyata tidak bisa seperti itu. Karena apabila melakukan hal tersebut sebagai sebuah solusi, pasti akan ada pemborosan. Setiap kita melakukan kegiatan untuk membangkitkan Nasionalisme bangsa, maka kita akan mengeluarkan banyak uang. Apalagi negeri ini masih dililit dengan hutang yang banyak, pasti akan menyebabkan kondisi ekonomi Indonesia semakin terpuruk.

Apabila para pahlawan yang berjuang memerdekakan negeri ini masih hidup dan melihat keadaan negara dan bangsa, mungkin mereka akan menangis, marah atau jengkel. Mereka akan menyesal mengorbankan harta dan nyawa mereka untuk anak bangsa, namun anak bangsa tersebut tidak bisa mengelola dan menjaga kemerdekaan yang hakiki. Dan anak bangsa akan malu ketika dihadapkan dengan kondisi tersebut.

Tentu kita tidak ingin hal itu terjadi. Maka inilah saatnya kita berubah. Kita membutuhkan suatu hal yang lebih daripada Nasionalisme, kita membutuhkan suatu penggerak bangsa yang tidak dibatasi oleh sebuah momen tertentu saja, dan kita membutuhkan perubahan yang dapat memajukan dan menyejahterakan bangsa. (bill, 2012.) 

lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali!

0 komentar:

Posting Komentar

Masih kurang jelas? Tuliskan komentar / pertanyaanmu disini!

Spirit of Revolution © 2008. Design by :Yanku Templates Sponsored by: Tutorial87 Commentcute