SUDAH
sejak lama ada upaya melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pelemahan itu bahkan dilakukan secara sistematis melalui revisi UU No 30
Tahun 2002 tentang KPK.
Setelah berlarut-larut, kini muncul RUU inisiatif DPR untuk merevisi
UU tentang KPK. RUU tersebut akan dibahas DPR dalam masa persidangan
terdekat setelah Idul Fitri. DPR pun sudah membentuk panitia kerja
pembahasan RUU tersebut.
DPR menyatakan ingin memperkuat KPK melalui revisi UU No 30 Tahun
2002. Namun, menurut anggota Komisi III DPR (bidang hukum) Martin
Hutabarat (Gerindra), justru sebaliknya, revisi UU itu malah memperlemah
KPK.
Dalam diskusi Pemberantasan Korupsi Setengah Hati di Jakarta,
kemarin, Martin mengatakan ada dua pasal dalam revisi UU itu yang
dirasakan justru memperlemah fungsi KPK.
”Pertama, Pasal 12A yang menyebutkan penyadapan harus meminta izin
tertulis dari ketua pengadilan negeri. Kedua, kewenangan KPK melakukan
penuntutan dihilangkan dan dikembalikan ke kejaksaan,” kata Martin.
Menurut dia, revisi menyangkut penyadapan dan penuntutan akan
memperlemah gigi dan kuku KPK karena dua kewenangan itulah yang membuat
KPK ditakuti hingga saat ini.
Bayangkan, imbuhnya, dengan UU sekarang saja korupsi terjadi di
mana-mana. Apalagi jika direvisi dan KPK diperlemah, korupsi akan
semakin menjadi-jadi.
Pada bagian lain, Martin mengatakan koruptor mengalami regenerasi
yang luar biasa. Mereka yang terjerat kasus korupsi saat ini umumnya
berusia muda dan belum berjasa untuk bangsa dan negara ini.
”Bayangkan mereka yang korupsi ratusan miliar rupiah, bahkan triliunan rupiah, ialah anak-anak muda,” tambah dia.
Dia memberikan contoh, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad
Nazaruddin, mantan Wakil Sekjen Demokrat Angelina Sondakh, dan mantan
karyawan Ditjen Pajak Gayus Tambunan merupakan anak-anak yang berusia
40-an tahun. Sangat berbahaya jika anak-anak muda itu menjadi idola.
”Jika mereka (Gayus, Nazaruddin, dan Angelina) masuk penjara hanya
tiga sampai enam tahun, tetapi punya duit triliunan rupiah, bukan
mustahil mereka menjadi idola anak muda lainnya. Itu berbahaya,” kata
Martin.
Dia berharap hukuman bagi koruptor diperberat dan masyarakat gencar memberikan sanksi sosial.
Masih relevan
Dalam diskusi tersebut, pakar hukum pidana Universitas Indonesia
Akhiar Salmi mengatakan KPK dibentuk karena lembaga hukum lainnya, yakni
kepolisian dan kejaksaan, belum efektif.
Sampai sekarang dia beranggapan UU KPK masih relevan dan belum
ketinggalan zaman untuk digunakan dalam memberantas korupsi. Kalaupun
perlu direvisi, ujarnya, itu menyangkut bahwa KPK dapat mengangkat
penyelidik dan penyidik sendiri.
”Kalau penyadapan dan penuntutan direvisi, lebih baik KPK dibubarkan saja karena tidak bermanfaat lagi,” kata Akhiar.
Senada dengan itu, Ketua Ikatan Alumni UI Ganjar Laksamana Bonaparta
mengatakan untuk menangani korupsi masif, dibutuhkan jagoan luar biasa.
Kejaksaan dan polisi belum mampu menunjukkan taring.
“Kalau KPK dibuat biasa-biasa saja, bagaimana mampu menangani
extraordinary crime korupsi? Berilah KPK kewenangan seperti yang
dimiliki Densus 88 dalam terorisme,” ujarnya.
Yang perlu didorong, kata dia, ialah KPK membantu kepolisian dan
kejaksaan agar mampu memberantas korupsi dan mendapat kepercayaan publik
sehingga lembaga itu tidak berperan tunggal. (media Indonesia online ; Selasa, 14 Agustus 2012 07:35 WIB )
0 komentar:
Posting Komentar
Masih kurang jelas? Tuliskan komentar / pertanyaanmu disini!