Image and video hosting by TinyPic

Selasa, 14 Agustus 2012

DPR Sepakat Pangkas Wewenang KPK

SUDAH sejak lama ada upaya melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pelemahan itu bahkan dilakukan secara sistematis melalui revisi UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK.

Setelah berlarut-larut, kini muncul RUU inisiatif DPR untuk merevisi UU tentang KPK. RUU tersebut akan dibahas DPR dalam masa persidangan terdekat setelah Idul Fitri. DPR pun sudah membentuk panitia kerja pembahasan RUU tersebut.

DPR menyatakan ingin memperkuat KPK melalui revisi UU No 30 Tahun 2002. Namun, menurut anggota Komisi III DPR (bidang hukum) Martin Hutabarat (Gerindra), justru sebaliknya, revisi UU itu malah memperlemah KPK.


Dalam diskusi Pemberantasan Korupsi Setengah Hati di Jakarta, kemarin, Martin mengatakan ada dua pasal dalam revisi UU itu yang dirasakan justru memperlemah fungsi KPK.

”Pertama, Pasal 12A yang menyebutkan penyadapan harus meminta izin tertulis dari ketua pengadilan negeri. Kedua, kewenangan KPK melakukan penuntutan dihilangkan dan dikembalikan ke kejaksaan,” kata Martin.
Menurut dia, revisi menyangkut penyadapan dan penuntutan akan memperlemah gigi dan kuku KPK karena dua kewenangan itulah yang membuat KPK ditakuti hingga saat ini.

Bayangkan, imbuhnya, dengan UU sekarang saja korupsi terjadi di mana-mana. Apalagi jika direvisi dan KPK diperlemah, korupsi akan semakin menjadi-jadi.

Pada bagian lain, Martin mengatakan koruptor mengalami regenerasi yang luar biasa. Mereka yang terjerat kasus korupsi saat ini umumnya berusia muda dan belum berjasa untuk bangsa dan negara ini.

”Bayangkan mereka yang korupsi ratusan miliar rupiah, bahkan triliunan rupiah, ialah anak-anak muda,” tambah dia.

Dia memberikan contoh, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, mantan Wakil Sekjen Demokrat Angelina Sondakh, dan mantan karyawan Ditjen Pajak Gayus Tambunan merupakan anak-anak yang berusia 40-an tahun. Sangat berbahaya jika anak-anak muda itu menjadi idola.

”Jika mereka (Gayus, Nazaruddin, dan Angelina) masuk penjara hanya tiga sampai enam tahun, tetapi punya duit triliunan rupiah, bukan mustahil mereka menjadi idola anak muda lainnya. Itu berbahaya,” kata Martin.
Dia berharap hukuman bagi koruptor diperberat dan masyarakat gencar memberikan sanksi sosial.

Masih relevan

Dalam diskusi tersebut, pakar hukum pidana Universitas Indonesia Akhiar Salmi mengatakan KPK dibentuk karena lembaga hukum lainnya, yakni kepolisian dan kejaksaan, belum efektif.

Sampai sekarang dia beranggapan UU KPK masih relevan dan belum ketinggalan zaman untuk digunakan dalam memberantas korupsi. Kalaupun perlu direvisi, ujarnya, itu menyangkut bahwa KPK dapat mengangkat penyelidik dan penyidik sendiri.

”Kalau penyadapan dan penuntutan direvisi, lebih baik KPK dibubarkan saja karena tidak bermanfaat lagi,” kata Akhiar.

Senada dengan itu, Ketua Ikatan Alumni UI Ganjar Laksamana Bonaparta mengatakan untuk menangani korupsi masif, dibutuhkan jagoan luar biasa. Kejaksaan dan polisi belum mampu menunjukkan taring.
“Kalau KPK dibuat biasa-biasa saja, bagaimana mampu menangani extraordinary crime korupsi? Berilah KPK kewenangan seperti yang dimiliki Densus 88 dalam terorisme,” ujarnya.

Yang perlu didorong, kata dia, ialah KPK membantu kepolisian dan kejaksaan agar mampu memberantas korupsi dan mendapat kepercayaan publik sehingga lembaga itu tidak berperan tunggal. (media Indonesia online ; Selasa, 14 Agustus 2012 07:35 WIB )

0 komentar:

Posting Komentar

Masih kurang jelas? Tuliskan komentar / pertanyaanmu disini!

Spirit of Revolution © 2008. Design by :Yanku Templates Sponsored by: Tutorial87 Commentcute